Oleh:
Soleh
Mulyana
Balai
Penelitian Teknologi Agroforestri
Jl. Raya Ciamis-Banjar Km 4 Ciamis 46201 Tlp.
(0265)771352 Fax (0265) 775866
e-mail: solehmulyana@yahoo.co.id
RINGKASAN
Masyarakat
di pedesaan masih menerapkan adanya kelas sosial meskipungaris keturunan tidak
lagi menjadi ukuran, sesuai dengan perkembangan jaman sistem stratifikasi
sosial terbuka yang berlaku di masyarakat. Tulisan
ini bertujuan untuk menggambarkan adanya pengakuan status sosial bagi
masyarakat pedesaan dan peranannya dalam memotivasi perkembangan hutan rakyat. Metode
yang digunakan adalah observasi dan wawancara terhadap 20 orang responden
petani pengelola hutan rakyat di Desa Cimanggu Kecamatan Langkaplancar Ciamis.
Data primer dan sekunder yang dikumpulkan dianalisis secara deskriptif
kualitatif. Hasil kegiatan penelitian memberikan gambaran bahwa kelas sosial
masih berlaku bagi masyarakat pedesaan, namun sesuai dengan perubahan jaman
sistem strafikasi sosial terbuka, tidak lagi melihat dari garis keturunan
tetapi apabila seseorang sekalipun berasal dari lapisan masyarakat terbawah
akan mendapatkan pengakuan status soial karena prestasi. Sehingga adanya
pengakuan status sosial secara terbuka menjadi salah satu indikator menuju
kepada perubahan. Keinginan
adanya pengakuan status sosial bagi masyarakat pedesaan tentunya menjadi
motivasi terhadap perkembangan hutan rakyat pola agroforestri di Desa Cimanggu.
Kata Kunci : Peran Status
Sosial, Motivasi, Perkembangan Hutan Rakyat
I.
PENDAHULUAN
Masyarakat
Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa atau ethnis. Setiap daerah
mempunyai status kelas sosial dalam
kehidupan sehari-hari, begitu juga yang berlaku pada etnis Sunda yang diterapkan
oleh bangsa Belanda yang disebut raden. Kelas sosial yang berlaku untuk
membedakan garis keturunan terutama adanya campuran darah belanda dengan bangsa
pribumi umumnya dari perempuan. Hasil keturunannya (indo) umumnya diberi kekuasan sebagai pengawas di perkebunan milik
pemerintahan Belanda. Terlepas dari garis keturunan (indo), bangsa pribumi juga bisa menyandang gelar status kelas
sosial tersebut yang berasal dari raja-raja, kesultanan yang merupakan
kepercayaan (kroni) bangsa Belanda,
selain itu masyarakat biasa juga bisa dengan cara membeli gelar tersebut kepada
pihak Belanda saat itu. Menyandang
gelar raden merupakan kebanggaan dan umumnya dihormati dan disegani oleh
masyarakat, sehingga keturunannya nanti akan mewariskan status kelas sosialnya.
Seiring dengan perubahan jaman kelas sosial tersebut tidak lagi menjadi kebanggaan,
karena saat ini masyarakat lebih memandang kelas sosial dari segi keberhasilan
perekonomian seseorang.
Sebagaimana
diungkapkan Alwis (2010) status lapisan sosial dikategorikan dalam dua bagian
status, yaitu karena seseorang mewarisi dari keturunannya (ascribed status), dan status sosial yang digenggam sebab prestasi
yang diperoleh (achieved status). Kelas
sosial garis keturunan penyandang gelar raden secara pelan-pelan mulai enggan
dicantumkan. Bagi masyarakat di pedesaan saat ini yang menjadi kebanggaan
adalah “pengakuan status sosial” dan berlaku bagi semua lapisan
masyarakat.
Masayarakat
pedesaan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari serta penunjang perekonomian
umumnya
dari kegiatan bercocok tanam dan kegiatan ini merupakan warisan secara turun
temurun. Sebagaimana ungkapan Darjanto (1967) dalam Koentjaraningrat (2004),
bahwa kehidupan perekonomian masyarakat di Jawa Barat awalnya dari hasil
perkebunan, pertanian (sawah) dan ladang. Kegiatan bercocok tanam masih
dilakukan oleh masyarakat pedesaan di Kabupaten Ciamis, namun cenderung pada
penggarapan lahan ke sektor kehutanan dengan pola agroforestri. Keadaan ini
sesuai dengan ungkapan Darusman dan Hardjanto (2006) bahwa hutan rakyat sampai saat ini
diusahakan oleh masyarakat di pedesaan, sehingga kontribusi manfaat hutan
rakyat akan berdampak pada perekonomian desa. Sebagai ilustrasi memang pertumbuhan perekonomian
masyarakat pedesaan di Kabupaten Ciamis saat ini tergantung kepada komoditi
hasil hutan rakyat pola agroforestri.
Seiring keberhasilan
dalam pengelolaan hutan rakyat pola agroforestri di Kabupaten Ciamis berdampak
terhadap adanya pengakuan status sosial secara terbuka bagi para petani. Hal
ini sesuai ungkapan Godam (2008) bahwa stratifikasi sosial terbuka adalah sistem stratifikasi
dimana setiap anggota masyarakatnya dapat berpindah-pindah dari satu
strata/tingkatan yang satu ke tingkatan yang lain. Kajian ini bertujuan untuk
memberi gambaran sejauh mana pengakuan status sosial bagi masyarakat pedesaan
peranan dalam pengembangan hutan rakyat pola agroforestry di Kabupaten Ciamis.
II.
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu
Penelitian
Lokasi penelitian
dipilih secara sengaja (purpossive)
yaitu Desa Cimangggu, Kecamatan Langkap Lancar, Kabupaten Ciamis. Lokasi ini
dipilih berdasarkan informasi yang didapat dari petugas penyuluh lapangan
kehutanan karena keberhasilannya dalam pengelolaan hutan rakyat pola
agroforestri. Kegiatan penelitian dilakukan mulai dari bulan April sampai
dengan bulan Desember 2014.
B. Penentuan Responden
Responden ditentukan
secara sengaja (Purpossive sampling)
yaitu para petani sebanyak 20 orang, merupakan anggota dan pengurus lembaga kelompok tani “Taruna Tani
Karya” sebagai pengelola hutan rakyat pola agroforestry.
C. Jenis dan Teknik
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari
data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara bersama
dengan responden dengan menggunakan daftar pertanyaan atau kuisioner. Data sekunder diperoleh melalui studi
pustaka dari berbagai sumber dan laporan dari instansi terkait.
D. Analisis Data
Data yang terkumpul berupa data primer dan sekunder dianalisis secara
deskriptif kualitatif. Pendekatannya mendeskripsikan pengaruh pengakuan status
sosial terhadap perkembangan hutan rakyat.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Keadaan Status Sosial
Mata
pencaharian masyarakat Desa Cimanggu secara umum adalah sebagai petani dalam
tatanan kehidupan sehari-hari masih menerapkan adanya perbedaan dalam kelas
sosial. Penempatan kelas sosial disebut dengan istilah golongan berdasarkan :
1) kekayaan, 2) statusnya aparat pemerintah, 3) statusnya tokoh masyarakat dan
pemuka agama. Bagi orang-orang yang masuk kriteria golongan tersebut umumnya
disegani dan dihormati dan sebenarnya tidak ada gap diantara mereka, namun
kultur masyarakat itu sendiri yang menjadikan adanya perbedaan. Para petani
akan merasa risi secara nalurinya masuk bergaul lebih akrab bersama kelas
sosial golongan karena dianggap lebih terhormat.
Pada
tahun 2005 mulai terjadi perubahan dengan adanya pengakuan status sosial (prestise) bagi para petani pengelolaan
hutan rakyat. Sebagai ilustrasi keberhasilan para petani dalam pengelolaan hutan
rakyat menjadi bahan pembicaraan bahkan kabar dan pengaruhnya sampai ke daerah
lainnya. Para petani pengelola hutan rakyat yang semula tidak termasuk golongan
yang disegani atau dihormati namun dengan keberhasilan mengelola hutan rakyat
serta dibarengi peningkatan perekonomian secara singkat merubah status sosial. Perubahan
status sosial termasuk dalam kategori stratifikasi terbuka sebagaimana di
katakan Alwis (2010). Keadaan ini menjadi motivasi bagi para petani lainnya
dengan mengelola hutan rakyat yang bertujuan ingin adanya pengakuan status
sosial dilingkungannya serta meningkatkan perekonomian.
B.
Karakteristik Para
Petani
Hasil
wawancara bersama para petani sebagai responden yang terpilih sebanyak 20 orang
Desa Cimanggu, Kecamatan Langkaplancar Kabupaten Ciamis disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia,
Pengalaman Usaha Hutan Rakyat, Luas Lahan Garapandan Tingkat Pendidikan
No.
|
Umur (Th)
|
Jmlh (Org)
|
Pengalaman Usaha HR (Th)
|
Jmlh (Org)
|
Luas HR (Bata)*
|
Jmlh (Org)
|
Pendi-dikan
|
Jmlh (Org)
|
1
|
30-35
|
-
|
0-5
|
-
|
100-250
|
1
|
-
|
3
|
2
|
36-40
|
1
|
6-10
|
2
|
251-300
|
4
|
SD
|
10
|
3
|
41-45
|
-
|
11-15
|
1
|
301-
350
|
6
|
SMP
|
4
|
4
|
46-50
|
1
|
16-20
|
2
|
351-400
|
2
|
SLTA
|
2
|
5
|
51-55
|
3
|
21-25
|
3
|
401-450
|
2
|
Sarjana
|
1
|
6
|
56-60
|
2
|
26-30
|
3
|
451-500
|
1
|
|
|
7
|
61-65
|
6
|
31-35
|
3
|
501-550
|
1
|
|
|
8
|
66-70
|
3
|
36-40
|
3
|
551-600
|
-
|
|
|
9
|
71-75
|
3
|
41-45
|
2
|
601-650
|
2
|
|
|
10
|
76-80
|
1
|
46-50
|
1
|
651
> Up
|
1
|
|
|
|
|
20
|
|
20
|
352,90
|
20
|
|
20
|
*)
Keterangan 1 Bata = 14 m2
Sumber : hasil olah
data primer (2014).
Tabel
1 menunjukan usia para pengelola hutan rakyat didominasi > 50 th keatas dan
tingkat pendidikan 65% sederajat SD. Keadaan ini tentu berpengaruh terhadap
terbatasnya tingkat pengetahuan. Sedangkan generasi penerus dengan usia
produktif banyak bekerja disektor lain
di perkotaan.
Karakteristik petani
responden
berdasarkan pekerjaan atau mata pencaharian serta pemasaran produk hasil hutan
rakyat Desa Cimanggu Kecamatan
Langkaplancar Kabupaten Ciamis disajikan pada Tabel 2.
Tabel
2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan dan Bentuk Produk di Pasarkan
.
No.
|
Jumlah Responden
|
Pekerjaan
|
Bentuk Produk Komoditi di
Pasarkan
|
||
Utama
|
Sampingan
|
Kayu
|
Kapulaga
|
||
1
|
14
|
Tani
|
Tani
|
Pohon masih berdiri di kebun secara
perorangan
|
Buah basah
melalui ke lembaga KTn yang telah
terbentuk
|
2
|
5
|
Tani
|
Buruh tani
|
||
3
|
1
|
PNS
|
Tani
|
||
Jml
|
20 Org
|
|
|
|
|
Sumber : hasil
olah data primer (2014)
Tabel
2 menunjukan status pekerjaan responden sebanyak 95 % adalah sebagai petani dan
buruh tani. Keadaan ini menggambarkan
bahwa tingkat pendidikan yang rendah sangat sulit secara teoritis merubah
karakter para petani sekalipun dalam kelompoknya terdapat motivator yang
berpendidikan cukup tinggi.
Karakteristik
para petani dalam memilih jenis tanaman yang dibudidayakan sebagai vegetasi
hutan rakyat pola agroforestri disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Karakteristik Responden dalam Memilih
Jenis Tanaman dan Alasan.
No.
|
Jumlah Responden
|
Pemilihan Jenis Tanaman Kayu
|
Alasan Pemilihan
|
|||
1
|
2
|
3
|
4
|
|||
1
|
20
|
Sengon
|
Cepat
Tumbuh, Melihat Petani Lain telah
berhasil, bibit mudah di dapat dari penjual bibit keliling dan pembagian,
mudah Pemasaran, harga tinggi, jenis populer dimasayarakat
|
|||
2
|
15
|
Mahoni
|
Lambat pertumbuhan Bibit mudah didapat dan
tumbuh dengan sendirinya sebaran dari hutan negara dan pembagian, sulit
pemasaran, harga tinggi
|
|||
3
|
12
|
Manglid
|
Lambat
pertumbuhan Tumbuh secara alami, mudah pemasaran,harga tinggi
|
|||
4
|
16
|
Jati
|
Bibit mudah
didapat dari dari hutan negara dan pembagian, sulit pemasaran, harga tinggi
|
|||
5
|
20
|
Jabon
|
Cepat tumbuh
bibit mudah didapat dari penjual bibit keliling, jenis populer di masyarakat
disebut jati kalimantan
|
|||
6
|
20
|
Mahoni Afrika
|
Bibit mudah
didapat dari penjual bibit keliling, jenis populer di masyarakat disebut
merbau
|
|||
7
|
20
|
Gmelina
|
Cepat
pertumbuhan , bibit mudah didapat dari penjual bibit keliling, pembagian,
jenis populer di masyarakat disebut kamper
|
|||
8
|
20
|
Tisuk
|
Lambat
pertumbuhan Bibit tumbuh dengan
sendirinya, mudah pemasaran, harga sedang
|
|||
9
|
20
|
Afrika/Sobsis
|
Lambat
pertumbuhan Bibit tumbuh dengan
sendirinya, mudah pemasaran, harga murah
|
|||
10
|
20
|
Kapol
|
Sangat mudah
mendapat bibit Dapat tumbuh di bawah tegakan pohon , cepat berproduksi, ,
jenis populer di masyarakat mudah pemasaran dalam jumlah sedikit baik masih
basah apalagi keadaan kering
|
|||
11
|
20
|
Jahe Paris
|
Bibit dan pupuk disiapkan ketua kelompok
tani, dapat tumbuh di bawah tegakan pohon , pemasaran sangat menjanjikan, ,
jenis mulai populer di masyarakat
|
|||
Sumber
: hasil olah data primer (2014)
Tabel
3 menunjukan alasan memilih jenis-jenis tanaman yang dibudidayakan oleh para
petani, secara umum memilih tanaman yang
dibudidayakan atas dasar kepopuleran suatu jenis tanaman di masyarakat.
Sebagaimana
karakteristik para petani pada Tabel 1 dan 2
berdasarkan usia, tingkat pendidikan dan pekerjaan yang digeluti, sulit
secara teoritis merubah kebiasaan yang biasa dilakukan oleh para petani. Selain
itu mereka merasa kelas sosial berada di tingkat paling bawah dibandingkan
dengan orang yang masuk kelas sosial ”golongan”. Adanya perbedaan status sosial
dapat memotivasi para petani apabila telah melihat dan mendengar informasi
keberhasilan petani dengan pekerjaan yang sama digeluti. Keberhasilan dan
suksesnya petani lain tentu menjadi bahan
pembicaraan di semua kalangan baik di lingkungannya maupun di daerah
lain. Tanpa disadari keadaan petani yang telah berhasil mendapat pengakuan
status sosial tersebut tentu meningkatkan kelas sosialnya. Selain itu para
petani dalam menentukan atau memilih suatu jenis tanaman untuk dibudidayakan
cenderung ikut-ikutan solah-olah latah. Sebagai ilustrasi suatu jenis tanaman
belum tentu sesuai dengan keadaan tempat tumbuh pada lahan mereka yang miliki
dan hanya tumbuh baik di daerah tertentu. Namun dengan populernya jenis tanaman
tersebut, para petani seolah-olah berlomba membudidayakan atau cukup memiliki
beberapa jenis tanaman yang sedang populer di masyarakat. Hal ini sangat
berhubungan dengan adanya pengakuan status sosial di lingkungannya, apabila
belum memiliki jenis tanaman yang sedang populer akan merasa tersisihkan atau
tidak akan berkembang manakala terjadi pembicaraan di lingkungannya.
C. Perkembangan Hutan Rakyat
Perkembangan
hutan rakyat pola agroforestri di Kabupaten Ciamis cukup signifikan, bukan
terjadi di pedesaan saja bahkan merambah ke perkotaan. Sebenarnya para petani
belum mengusai dan mengetahui teknik budidaya, namun salah satu yang mendorong perkembangan hutan rakyat cenderung
adanya pengakuan status sosial di lingkungannya. Para petani dengan memiliki hutan rakyat merasa
bangga menjadi topik pembicaraan dan terlebih apabila lahan mereka dijadikan
sebagai tempat kajian atau riset bagi pihak institusi kehutanan. Dampak dari
adanya pengkuan status sosial tersebut masyarakat merubah halaman rumah, areal
persawahan dan lain-lain berubah
menjadi hutan rakyat sebagaimana
dokumentasi pada Gambar 1 dan 2.


Gambar
1. Lahan sawah produktif ditanam
sengon
|
Gambar
2. Pola
agroforestri sengon dan kacang tanah di pekarangan rumah
|
Gambar 1 dan 2
menampilkan dokumentasi perkembangan penanaman kayu atau dikenal dengan hutan
rakyat pola agroforestri sebagai akibat pengaruh pengakuan status sosial di masyarakat.
Gambar 1 membuktikan sawah produktif dijadikan hutan rakyat karena jenis tanaman kayu dengan hutan rakyatnya
mulai popular sebagai indikator
status sosial yang lebih tinggi. Sebelumnya seseorang miliki status sosial yang
diperhitungkan
dilingkungannya apabila memiliki sawah karena tidak akan kesulitan atau harus
membeli beras. Sedangkan Gambar 2 menunjukan
hutan rakyat pola agroforestri dengan kacang tanah yang dari segi pemanfaatan
lahan sangat kreatif, namun pemilik lahan tidak memperhitungkan keselamatan
apabila pohon-pohon tersebut tumbuh besar. Hal ini merupakan dampak dari
perubahan stratifikasi sosial terbuka dimana keinginan adanya pengakuan status
sosial menyebabkan masyarakat menanam pohon, bahkan mengabaikan keselamatan
serta kerugian yang akan dihadapi.
D. PENUTUP
Kelas sosial masih
berlaku di masyarakat pedesaan, namun sesuai dengan perubahan jaman sistem
strafikasi sosial terbuka, tidak lagi melihat dari garis keturunan melainkan
lebih karena prestasi.
Karakteristik para
petani hutan rakyat berdasarkan usia dan tingkat pendidikan yang rendah akan
sulit merubah kebiasan yang dilakukan secara turun temurun. Namun dengan adanya
pengakuan status sosial secara terbuka melalui
peranan pohon / hutan rakyat menjadi salah satu motivasi menuju kepada
perubahan status sosial.
Keinginan adanya
pengakuan status sosial bagi masyarakat pedesaan tentu menjadi motivasi
terhadap perkembangan hutan rakyat pola agroforestri. Hal ini berdampak pula
terhadap pemanfaatan lahan secara optimal serta tidak sedikit adanya perubahan
fungsi lahan. Kegiatan pengelolaan serta produk yang dihasilkan hutan rakyat
pola agroforestri sangat memberikan kontrbusi terhadap pemerintah, pertumbuhan
perekonomian dipedesaan dan peningkatan status sosial petani.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim
2008. Menggagas Pengukuran Konsep Status Sosial dan Ekonomi. Research Digest. http://researchexpert.wordpress.com/2007/08/16/menggagas-pengukuran-konsep-status-sosial-dan-ekonomi
disunting Oktober 2014.
-----------
2008. Arti Definisi/Pengertian Status Sosial & Kelas Sosial -
Stratifikasi/Diferensiasi Dalam Masyarakat . http://organisasi.org/arti-definisi-pengertian-status-sosial-kelas-sosial-stratifikasi-diferensiasi-dalam-masyarakat, Sun,
05/10/2008 - 2:26am — godam64 disunting Agustus 2015
Alwi
2010. Korelasi tatus Sosial. http://id.shvoong.com/humanities/1969964-korelasi-status-sosial.
Disunting Desember 2014
Alhumami A.
2010. Dimensi Sosial-Ekonomi Pendidikan. MEDIA
INDONESIA. mirror.unpad.ac.id/koran/.../2010.../mediaindonesia_2010-09-06_026.pdf,
mediaindonesia_2010-09-06_026 disunting
Deseember 2010
Darusman D. dan Hardjanto 2006. Tinjauan Ekonomi
Hutan Rakyat. PROSIDING
Seminar Hasil Penelitian Hasil Hutan 2006 4-13 disunting 15 desember 2014
Godam
64 (2008). Jenis-jenis Statushttp://organisasi.org/jenis-jenis-macam-macam-status-sosial-stratifikasi-sosial-dalam-masyarakat-sosiologi
disunting Maret 2010.
Koentjaraningrat. 2004. Manusia Dan Kebudayan di
Indonesia. Djambatan.
Sihombing UH. (050309008), Peranan Kelompok Tani Dalam Peningkatan Status
Sosial Ekonomi Petani Padi Sawah (Studi Kasus Desa Rumah Pilpil, Keca.
Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang” (Sekripsi S1). Universitas Sumatra Utara. repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16348/7/Cover.pdf .disunting Desember 2010.
Zulkarnain E. 2008. Analisis Tingkat Keberhasilan Hutan
Rakyat dan Strategi Pembangunan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta. Disertasi
Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor 2008. disunting September 2013.